KOMISI VI DPR MINTA PEMERINTAH TINDAKLANJUTI DUGAAN PENYELEWENGAN DI DEPERIN
13-02-2009 /
KOMISI VI
Komisi VI DPR meminta kepada pemerintah menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan bantuan pemerintah pada Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Karena terkait dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Govermance (GCG),
Hal tersebut disampaikan oleh kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Agus Hermanto (F-PD) saat memimpin Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Perindustrian RI Fahmi Idris, di Gedung Nusantara I DPR, Kamis (12/1).
Selain itu, jelas Agus, DPR juga meminta kepada pemerintah cq. Departemen Perindustrian dan instansi terkait lainnya untuk membantu pelaku usaha dalam menghadapi dampak krisis global.
Dalam hal restitusi pajak, kata Agus, Komisi VI DPR meminta agar pemerintah cq. Departemen Keuangan dapat segera menyederhanakan dan mempercepat proses pajak yang ditanggung oleh para pelaku usaha.
“Untuk itulah berbagai ide pengembangan program serta implementasi rencana kementerian perlu didukung pula kehandalan monitoring dan evaluasi yang memadai,â€paparnya.
Ia mengatakan, sektor industri sangat memerlukan tindakan nyata untuk mewujudkan target dari kebijakan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional dengan cara menjaga konsumsi nasional agar sektor produksi nasional tidak semakin terpuruk karena surutnya perkembangan ekonomi global.
“Sehingga dari sisi permintaan naiknya konsumsi nasional akan menjaga permintaan terhadap produk nasional,†terangnya.
Agus menambahkan, sesuai dengan tugas dan fungsinya Komisi VI DPR juga ingin mengetahui kesiapan pelaksana kebijakan dan program serta prioritas yang akan dilakukan Departemen Perindustrian, diantaranya berkaitan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 dan antisipasi Departemen Perindustrian dalam menyikapi krisis ekonomi global.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengemukakan, keadaan ekonomi global dan memberatnya perekonomian Indonesia tahun depan harus dihadapi pula oleh industri. Selama tiga tahun terakhir ekspor Indonesia masih menunjukan kecenderungan meningkat sebesar 15,4% per tahun.
Fahmi mengatakan, trend pada tahun 2008 terlihat ekspor mulai berfluktuasi sangat tinggi dan memperlihatkan indikasi pertumbuhan menurun.
Menurut Fahmi, terjadinya krisis keuangan pada negara-negara tujuan ekspor Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi sektor industri. Selain terganggunya pasar ekspor, turunnya pertumbuhan perekonomian Indonesia akibat kesulitan likuiditas yang dialami lembaga keuangan Indonesia dan sektor riil juga akan menurunkan kegiatan bisnis dampaknya menurunkan daya beli masyarakat.
Industri Tahu dan Tempe
Anggota Komisi VI DPR Frans dari F-PD merasa prihatin karena masih banyak pengusaha tahu dan tempe yang mengeluh mengenai penyaluran bantuan subsidi 1000 Rupiah dari Deprtemen Perindustrian yang masih minim.
“Kami melihat ini sangat penting, karena ini adalah industri rumah tangga yang kecil yang dapat mempengaruhi seluruh kehidupan bangsa ini yang demikian banyak makan tahu dan tempe setiap harinya. Untuk itu mohon Departemen Perindustrian dapat memperhatikan Pengrajin tahu tempe,â€katanya
Sementara Lili Asdjudiredja (F-PG) mengakui terdapat beberapa daerah yang sudah dijatahkan bisa melaksanakan 90 persen dan ada yang baru 10 persen.
â€masalah kedelai ini perlu dibenahi oleh Dirjen, khususnya Direktur yang membidangi itu,â€terangnya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Agus Hermanto juga meminta kepada pemerintah cq. Departemen Perindustrian untuk berkoordinasi dengan instansi terkait terhadap pengembangan industri tahu dan tempe.
Ia menambahkan, berkenaan dengan kebijakan subsidi terhadap kedelai, Komisi VI DPR meminta Departemen Perindustrian untuk dapat mencari sulosi terhadap kesulitan petani kedelai maupun industri tahu tempe.
Industri Pupuk
Menyinggung pupuk bersubsidi, Azwir Dainytara (F-PG) sangat menyesalkan 2-3 tahun belakangan perkembangan Industri pupuk bersubsidi sangat kurang sekali.
“Perkembangan pupuk sangat kurang, karena kondisi pabrik pupuk pada umumnya sudah tua (20-40 tahun) dan sebagian besar gas yang ada pada kita sudah dijual ke luar negeri, bagaimana pemikiran pemerintah kedepan untuk mengatasi kelangkaan pupuk,†tanya Azwir.
Dalam pertemuan tersebut, Agus Hermanto (F-PD) meminta kepada pemerintah untuk mengalihkan alokasi anggaran impor pupuk urea tersebut menjadi anggaran penyediaan pasokan bahan baku gas.
Ia menambahkan, Komisi VI DPR akan mengkaji lebih lanjut terhadap keputusan pemerintah atas impor pupuk urea sebanyak lima ratus ton dengan mengundang pihak-pihak terkait. Diantaranya, baik dari kalangan produsen pupuk, Departemen Perdangan, Departemen Pertanian, Kementerian Negera BUMN, Departemen ESDM maupun instansi terkait lainnya, terang Agus.
Menurut Fahmi Idris, kenapa industri pupuk kurang berkembang khususnya Pupuk urea. “Berdasarkan perhitungan Departemen Pertanian memberikan rumusan pemakaian pupuk urea perhektar itu 250 kg, tetapi dilapangan hampir praktis seluruh petani tidak menggunakan formula tadi, rata-rata mereka menggunakan 500 kg/hektar, sehingga alokasi pupuk bersubsidi mengalami kekurangan,â€katanya.
Terdapat dua faktor yang menyebabkan minimnya pabrik pupuk dalam mensupply jumlah kebutuhan pokok, yaitu umur pabrik yang ata-rata sudah berusia 20 tahun yang tidak efektif dan tidak efisien lagi dan supply gas ke pabrik pupuk tersebut. (iw)